http://www.bmkg.go.id/cuaca/animasi-satelit.bmkg

Halaman

Wednesday, 21 March 2018

mekanisme transpor oksigen di tubuh


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Oksigen adalah komponen terpenting gas diudara yang menunjang kehidupan manusia. Oksigen berfungsi sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme. Oksigen merupakan suatu komponen yang sangat penting di dalam memproduksi molekul adenosin trifosfat (ATP) secara normal. ATP memberikan energi yang diperlukan oleh sel untuk melakukan keperluan berbagai aktivitas untuk memelihara efektivitas segala fungsi tubuh.
Pemeliharaan oksigenasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ yaitu sistem kardiovaskuler, hematologi, dan respirasi. Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di jaringan maka metabolisme akan berubah dari aerobik ke metabolisme anaerobik untuk menyediakan energi yang cukup untuk metabolisme. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses transport oksigen yaitu cardiac output, jumlah eritrosit, hematocrit darah dan aktivitas tubuh.
1.2  Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui peran O2, pengaruh tekanan parsial dan gradient tekanannya di dalam tubuh.
2.      Untuk mengetahui mekanisme O2 pada proses metabolisme.
3.      Untuk mengetahui mekanisme difusi gas pada membran pernapasan.
4.      Untuk mengetahui mekanisme transport O2 dan CO2.
5.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme transport O2 dan CO2.
1.3  Manfaat Makalah
1.      Mahasiswa mampu memahami O2, pengaruh tekanan parsial dan gradient tekanannya di dalam tubuh.
2.      Mahasiswa mampu memahami mekanisme O2 pada proses metabolisme.
3.      Mahasiswa mampu memahami difusi gas pada membran pernapasan.
4.      Mahasiswa mampu memahami mekanisme transport O2 dan CO2.
5.      Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme transport O2 dan CO2.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial
Hari / Tanggal Sesi 1 : Selasa, 2 Januari 2018
Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 3 Januari 2018
Tutor                          : dr. Fahriana Azmi, S.Ked
Ketua / Moderator     : Ardian Ansari
Sekretaris                   : Lifia Nuni Wulandari

2.2 Skenario LBM 6
LBM 6
KITA PERLU OKSIGEN UNTUK HIDUP
            Oksigen adalah komponen terpenting gas diudara yang menunjang kehidupan manusia. Oksigen adalah zat yang diperlukan tubuh untuk bahan bakar dalam semua proses metabolisme tubuh ditingkat seluler. Sehingga tanpa adanya oksigen maka metabolisme sel tidak akan berlagsung dan dapat berakhir dengan kematian sel.
            Meskipun penting untuk menunjang kehidupan, oksigen hanya mengisi 21% molekul dalam udara atmosfir. Presentase ini penting dalam membentuk tekanan parsial gas (oksigen) yang sangat penting dalam proses pengambilan oksigen kedalam tubuh. Selanjutnya oksigen yang telah diambil dari atmosfir melalui proses pernapasan ini akan disalurkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dengan suatu mekanisme transpor oksigen.


2.3 Pembahasan LBM 6
      2.3.1 Klarifikasi Istilah
1.      Tekanan Parsial              : Tekanan yang ditimbulkan secara independen oleh masing-masing gas dalam suatu campuran (Sherwood, 2011).

2.      Atmosfer                        :Campuran gas yang terdiri dari udara kering tipikal yang mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2 dengan presentase CO2, uap H2O, gas lain, dan polutan hampir dapat diabaikan (Sherwood, 2011).

3.      Transport Oksigen          : Mekanisme penggunaan oksigen dalam berbagai kebutuhan (respirasi, kardio, vaskuler, metabolisme) (Guyton and Hall, 2014).

4.      Molekul                          :  Bahan kimia yang dibentuk oleh penyatuan atom-atom, yang merupakan satuan terkecil dari suatu bahan kimia (Sherwood, 2011).

5.      Udara                             : Campuran gas ( udara kering tipikalnya mengandung sekitas 78,9% -> 79% nitrogen (N2) dan 20,9% -> 21% O2, dengan CO2, uap H2O, gas lain dan polutan merupakan sisa dari dari presentase tersebut (Guyton and Hall, 2014).


2.3.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana mekanisme transport oksigen?
2. Apakah  pada saat proses pernapasan yang masuk hanya oksigen saja dan bagaimanatubuhmemilah oksigen dengan gas-gas lain?
3.Apakah oksigen penting dan jumlahnya lebih banyak diangkut oleh hemoglobin danbagaimanaproses metabolism tubuh ditingkat seluler ?
4.Faktor apa saja yang mempengaruhi transport oksigen?

2.3.3 Brain Storming
1. Bagaimana mekanisme transport oksigen?
     Oksigen yang diserap oleh darah di paru harus diangkut ke jaringan untuk digunakan oleh sel. Sebaliknya, CO2 yang diproduksi ditingkat sel harus diangkut ke paru untuk dikeluarkan.
     Oksigen terdapat dalam darah dalam dua bentuk: larut secara fisik dansecara kimiawi berikatan dengan hemoglobin.
·         O2 YANG LARUT SECARA FISIK
         Sangat sedikit O2 yang larut secara fisik dalam air plasma karena O2 kurang larut dalam cairan tubuh. Jumlah yang larut berbanding lurus dengan PO2 darah: semakin tinggi PO2, semakin banyak O2 yang larut. Pada PO2 arteri normal sebesar 100 mm Hg, hanya 3 mL 02 dapat larut dalam 1 liter darah. Karena itu, hanya 15 mL O2 /mnt yang dapat larut dalam aliran darah paru normal 5 liter/menit (curah jantungistirahat), Bahkan dalam keadaan istirahat, sel-sel menggunakan 250 mL O2/menitt, dan konsumsi dapat meningkat hingga 25 kali lipat selama olahraga berat. Untuk menyalurkan O2 yang dibutuhkan oleh jaringan bahkan dalam keadaan istirahat, curah jantung harus sebesar 83,3 liter/menit jika O2 hanya dapat diangkut dalam bentuk terlarut. Jelas bahwa harus ada mekanisme lain untuk mengangkut O2 ke jaringan. Mekanisme ini adalah hemoglobin (Hb). Hanya 1,5% O2 dalam darah yang larut; sisa 98,5%-nya diangkut dalam ikatan dengan Hb. O2 yang terikat ke Hb tidak ikut membentuk PO2 darah; karena itu, PO2 darah bukan ukuran kandungan O2 total darah, melainkan hanya ukuran bagian O2 yang larut ( Sherwood 2014 ).
·         OKSIGEN YANG TERIKAT KE HEMEGLOBIN
Hemoglobin, suatumolekul protein yang mengandung besi dan terdapat di dalam sel darah merah dapat membentuk ikatan yang longgar dan mudah berkombinasi reversibel dengan O2. Ketika tidak berikatan dengan O2, Hb disebut sebagai hemoglobin tereduksi, atau deoksihemoglobin; ketika berikatan dengan O2, is disebut oksihemoglobin (HbO2):
Hb + O2 --- HbO2
TABEL  Metode Tranfer Gas dalam Darah
Gas
Metode transport dalam darah
Persentase yang
Dibawah dalam
Bentuk ini
O2
Larut secara fisik  berikatan dengan hemoglobin
1,5
98,5
Co2
Larut secara fisik  berikatan dengan hemoglobin
Sebagai bikarbonat( HCO3)
10
30
60






·         PERAN HEMOGLOBIN DI TINGKAT ALVEOLUS
Hemoglobinbekerja sebagai "depo penyimpanan" untuk O2, memindahkan O2 dar larutan segera setelah molekul ini masuk ke darah dari alveolus Karena hanya O2 larut yang berperan membentuk Po2, O2 yan tersimpan di Hb tidak dapat ikut membentuk Po2 darah. Ketik darah vena sistemik masuk ke kapiler paru, Po2-nya jauh lebi rendah daripada Po2 alveolus, sehingga O2 segera berdifusi ke dala darah, meningkatkan Po2 darah. Segera setelah Po2 darah naik persentase Hb yang dapat berikatan dengan O2 juga meningkat seperti ditunjukkan oleh kurva O2-Hb. Karena itu, sebagian besar O yang telah berdifusi ke dalam darah berikatan dengan Hb dan tidak lagi berperan menentukan Po2. Karena O2 dikeluarkan dari laruta dengan berikatan dengan Hb, Po2 turun ke tingkat yang hampi sama dengan ketika darah masuk ke paru, meskipun jumlah total O dalam darah sebenarnya telah bertambah. Karena Po2 darah kembal lebih rendah daripada Po2 alveolus, lebih banyak O2 yang berdifus dari alveolus ke dalam darah, hanya untuk kembali diserap oleh Hb.
·         PERAN HEMOGLOBIN DI TINGKAT JARINGAN
Situasi kebalikannya terjadi di tingkat jaringan. Karena Po2 darah yang masuk ke kapiler sistemik jauh lebih besar daripada Po2 jaringan sekitar, O2 segera berdifusi dari darah ke jaringan, menurunkan Po2 darah Ketika Po2 darah turun, Hb harus melepaskan sebagian dari O2 yan dibawanya karena % saturasi Hb berkurang. Sewaktu O2 yan dibebaskan dari Hb larut dalam darah, Po2 darah meningkat da kembali melebihi Po2 jaringan sekitar. Hal ini mendorong perpindaha lebih lanjut O2 keluar dari darah, meskipun jumlah total O dalam darah telah turun. Hanya ketika Hb tidak lagi dapat membebaska O2 ke dalam larutan (ketika Hb telah membebaskan O2-ny semaksimal mungkin sesuai Po2 di kapiler sistemik) barulah Po darah turun hingga serendah Po2 jaringan sekitar. Pada waktu ini tidak ada lagi pemindahan O2. Hemoglobin, karena menyimpan O dalam jumlah besar yang dapat dibebaskan jika terjadi penuruna kecil PO2 di tingkat kapiler sistemik, memungkinkan pemindaha O2 dari darah ke sel dalam jumlah yang jauh lebih besar daripad seandainya Hb tidak ada.( Sherwood 2014 )

Ketika darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari sel jaringan ke dalam darah. Karbon dioksida diangkut oleh darah dalam tiga cara :
1.      Larut secara fisik. Seperti O2 yang larut, jumlah CO2 yang larun secara fisik dalam darah bergantung pada Pco2. Karena CO2 lebi larut dibandingkan O2 dalam air plasma, proporsi CO2 yang laru secara fisik dalam darah lebih besar daripada O2. Meskipun demikia , hanya 10% kandungan CO2 total darah yang terangkut denga cara ini pada tinkat Pco2 vena sistemik normal.
2.      . Terikat ke hemoglobin. Sebanyak 30% CO2 berikatan dengan H untuk membentuk karbamino hemoglobin (HbCO2). Karbon dioksid berikatan dengan bagian globin Hb, berbeda dari O2, yang berikata dengan bagian heme. Hb tereduksi memiliki afinitas lebih besa terhadap CO2 dibandingkan HbO2. Karena itu, dibebaskannya O dari Hb di kapiler jaringan mempermudah penyerapan CO2 oleh Hb.
3.      Sebagai bikarbonat. Sejauh ini cara yang paling penting untu mengangkut CO2 adalah sebagai bikarbonat (HCO3-), dengan 60 CO2 diubah menjadi HCO3- oleh reaksi kimia berikut:

CO2 + H2O = H2CO3 = H + HCO32-

Dalam reaksi pertama, CO2 berikatan dengan H2O untuk membentuk asam karbonat (H2CO3). Sesuai sifat asam, sebagian dari molekul asam karbonat secara spontan terurai menjadi ion hydrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO ). Karena itu, satu atom karbon dan dua atom oksigen dari molekul CO2 as terdapat dalam darah sebagai bagian integral dari HCO3.- Hal menguntungkan karena HCO3 - lebih larut dalam darah daripada CO2.




2. Apakah proses pernapasan yang masuk hanya oksigen saja dan bagaimana tubuh  memilah oksigen dengan gas gas lain?
         Ketika saat menghirp udara terdapat beberapa komponen dalam udara yang dimana komponen tersebut akan masuk ke seluruh tubuh  menuju rongga hidung, dari rongga hidung udara bergerak menuju paru paru dan pada saat terjadi pertukaran oksigen di alveolus hanya oksigen dan karbondioksida saja yang berperan dalam proses tersebut. Dalam Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial. Perubahan pada kecepatan pertukaran gas dalam keadaan normal ditentukan terutama oleh perubahan gradien tekanan parsial antara darah dan alveolus karena faktor-faktor lain relative konstan dalam keadaan istirahat. dan  Sel-sel secara terus-menerus mengonsumsi O2 dan menghasilkan CO2, melalui metabolisme oksidatifSemakin aktif suatu jaringan melakukan metabolisme, semakin rendah Po2 sel turun dan semakin tinggi Pco2 naik. Akibat gradient tekanan parsial darah-terhadap-sel yang meningkat ini maka lebih banyak O2 berdifusi dari darah ke dalam sel dan lebih banyak CO2 yang berpindah dalam arah berlawanan sebelum PO2 dan PO2 darah mencapai keseimbangan dengan sel sekitar. Karena itu, jumlah 02 yang dipin-dahkan ke sel dan jumlah CO2 yang dibawa menjauhi sel bergantung pada tingkat metabolisme sel( Sherwood 2014 ).

3. Apakah oksigen penting dan jumlahnya yang diikat oleh hemoglobin danbagaimana proses metebolisme tubuh di tingkat seluler?
Oksigen penting bagi tubuh untuk kelangsungan hidup manusia danjumlah oksigen yang di ikat oleh hemoglobin cukup banyak karena tugas dari hemoglobin itu sendiri untuk mengikat oksigen dan proses metabolism dimana dari hasil yang diedarkan dan aerob yang memerlukan  oksigen yang terjadi di dalam sitosol dimana menghasilkan 2 atp dan asam piruvat dimana yang pertama terjadi glikolisis, dekarbosilasi oksidatif, kemudian siklus kreb, dan transport electron ( Sherwood 2014).

4. Faktor apa saja yang mempengaruhi dari transport oksigen?
Difusi O2 dan CO2 antara alveolus dan darahseolah-olah hanya gradien tekanan parsial gas yang menentukan kecepatan difusi mereka. Menurut hukum difusi Fick, kecepatan difusi suatu gas melalui suatu lembaran jaringan juga bergantung ada luas permukaan dan ketebalan membran yang harus dilewati oleh gas yang berdifusi serta konstanta difusi gas tersebut Perubahan pada kecepatan pertukaran gas dalam keadaan normal ditentukan terutama oleh perubahan gradien tekanan parsial antara darah dan alveolus karena faktor-faktor lain relative konstan dalam keadaan istirahat. Namun, pada keadaan ketika faktor-faktor lain ini mengalami perubahan, perubahan tersebut mengubah kecepatan transfer gas di paru.





·      EFEK LUAS PERMUKAAN PADA PERTUKARAN GAS

Laju pertukaran gas berbanding lurus dengan luas permukaan tempat pertukaran gas tersebut terjadi. Selama olahraga, luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran dapat ditingkatkan vuntuk meningkatkan pemindahan gas. Dalam keadaan istirahat, sebagian kapiler paru biasanya tertutup karena tekanan sirkulasi paru yang rendah biasanya tidak dapat menjaga semua kapiler agar tetap terbuka. Selama olahraga, saat tekanan tekanan darah paru meningkat karena bertambahnya curah jantung, banyak kapiler paru yang semula tertutup menjadi terbuka. Hal ini meningkatkan luas perukaan darah yang tersedia untuk pertukaran. Selain itu, membrane alveolus lebih teregang daripada normal selama olahraga karena volume tidal yang lebih besar (bernapas dalam). Peregangan ini menambah luas permukaan alveolus dan mengurangi ketebalan membran alveolus. Secara kolektif, perubahan-perubahan ini mempercepat pertukaran gas selama olahraga.

·         EFEK KETEBALAN PADA PERTUKARAN GAS
                                         
Kurang adekuatnya pertukaran gas juga dapat terjadi akibat ketebalan sawar yang memisahkan udara dan darah bertambah secara patologis. Dengan bertambahnya ketebalan, kecepatan pemindahan gas berkurang karena gas memerlukan waktu yang lebih lama untuk berdifusi menembus ketebalan yang lebih besar. Ketebalan meningkat pada (1) edema paru, yaitu akumulasi berlebihan cairan interstisium antara alveolus dan kapiler paru akibat peradangan paru atau gagal jantung kongestif sisi kiri (2) fibrosis paru, yaitu penggantian jaringan paru oleh jaringan ikat tebal sebagai respons terhadap iritasi kronik tertentu; dan (3) pneumonia, yang ditandai oleh akumulasi cairan peradangan di dalam atau sekitar alveolus. Pneumonia umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus pada paru, tetapi hal ini juga dapat disebabkan oleh aspirasi tak-sengaja (tersedak) makanan atau muntahan.

·         EFEK KONSTANTA DIFUSI PADA PERTUKARAN GAS

Kecepatan pemindahan gas berbanding lurus dengan konstanta difusi, yaitu suatu konstanta yang berkaitan dengan kelarutan gas tertentu di jaringan paru dan dengan berat molekulnya (D a sol/ BM). Konstanta difusi untuk CO2 adalah 20 kali lipat daripada untuk O2 karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam jaringan tubuh dibandingkan O2. Karena itu, kecepatan difusi CO2 menembus membran pernapasan 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan O2 untuk gradien tekanan parsial yang sama. Perbedaan dalam konstanta difusi ini dalam keadaan normal mengimbangi perbedaan dalam gradien tekanan parsial yang terdapat untuk O2 dan CO2 menembus membran kapiler alveolus. Gradien tekanan parsial CO2 adalah 6 mm Hg (PCO2 di darah 46 mm Hg; PCO2 di alveolus 40 mm Hg), dibandingkan dengan gradien 02 sebesar 60 mm Hg (PO2 di alveolus 100 mm Hg; PO2 di darah 40 mm Hg). Dalam keadaan normal, jumlah O2 dan CO2 yang diper-tukarkan hampir sama—senilai respiratory quotient. Meskipun darah dalam volume tertentu menghabiskan waktu tiga perempat detik melewati jaringan kapiler paru, PO2 dan PCO2 telah mengalami penyeimbangan dengan tekananparsial alveolus pada saat darah tersebut baru melintasi sepertiga panjang kapiler paru. Hal ini berarti bahwa paru dalam keadaan normal memilild cadangan difusi yang besar, suatu kenyataan yang menjadi sangat penting selama olahraga berat. Waktu yang dihabiskan oleh darah dalam transit di kapiler paru berkurang seiring dengan meningkatnya aliran darah paru akibat peningkatan curah jantung yang menyertai olahraga. Bahkan dengan waktu yang lebih sedikit untuk pertukaran, PO2 dan PCO2 darah dalam keadaan normal dapat seimbang dengan kadar di alveolus karena cadangan difusi paru tersebut.

Pada paru yang sakit ketika difusi terhambat akibat luas permukaan berkurang atau penebalan sawar udara-darah, pemindahan O2 biasanya terganggu lebih serius dari pada pemindahan CO2 karena lebih besarnya konstanta difusi CO2. Pada saat darah mencapai akhir jaringan kapiler paru, darah tersebut lebih besar kemungkinannya mengalami keseimbangan dengan PCO2 alveolus daripada dengan PO2 alveolus karena CO2 dapat berdifusi lebih cepat menembus sawar respirasi. Pada keadaan yang lebih ringan, difusi O2 dan CO2 mungkin tetap adekuat saat istirahat tetapi sewaktu olahraga, ketika waktu transit paru berkurang, gas-gas darah, khususnya O2, mungkin belum mengalami penyeimbangan sempurna dengan gas alveolus sebelum darah meninggalkan paru ( Sherwood 2014 ).

2.3.4 Rangkuman Permasalahan

2.3.5 Learning Issue
1.            Apa anatomi yang berperan dalam transport gas ?
2.            Bagaimana mekanisme transport gas 0ksigen dan karbondioksida?
3.            Bagaimana respirasi seluler ?
4.            Bagaimana tekanan parsial ?
5.            Apa perbedaan tekanan atmosfir, alveolus dan jaringan ?
6.            Bagaimana proses difusi pada membrane?

2.3.6 Referensi
         Oksigen sangatlah penting dalam menompang kehidupan semua organisme  dimuka bumi termasuk manusia. Oksigen di perlukan untuk proses pernafasan ( respiration ) organisme. Oksigen juga berperan untuk menghssilkan enegi pada tubuh. Didalam tubuh manusia oksigen yang didapat dar proses pernafasan digunakan dalam proses katabolisme ( penguraian0 gula ( glukosa) , sehingga ATP dapat dihasilkan. ( wahid A , 2014 )
      Energy penting untuk mempertahankan aktivitas seluler penyokong kehidupan seperti sintesis protein dan transport aktif menembus membrane plasma. Sel tubih memerlukan pasokan oksigen yang berkesenambungan untuk mendukung reaksi kimia yang menghasilkan energi. Karbondioksida yang dihasilkan selama reaksi ini harus dikeluarkan dari tubuh dengan kecepata yang sama seperti laju produksinya untuk mencegah fluktuasi pada pH yang berbahaya (yaitu, untuk mempertahankan keseimbangan asam basa) karena CO2 menghasilkan asam karbonat. ( Sherwood, 2014).
         Komposisi oksigen itu sendiri hanya mengisi 21 % molekul dalam udara atmosfir. Presentase ini penting dalam membentuk tekanan parsial gas ( oksigen ). Tekana parsial Udara atmosfer adalah campuran gas; udara kerin tipikal yang  mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2, dengan persentas CO2, uap H2O, gas lain, dan polutan hamper dapat diabaikan. Secara keseluruhan gas-gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mm Hg di permukaan laut. Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan yang disumbangkan oleh tiap-tiap gas dalam campuran.( Sherwood 2014).
           Setiap molekul gas, berapa pun ukurannya, menimbulkan tekanan yang samakarena O2 membentuk 21% atmosfer, 21% dari 760 mm Hg tekana atmosfer, atau 160 mm Hg, ditimbulkan oleh O2 Tekanan yang ditimbulkan secara independen oleh tiap-tiap gas dalam suatu campuran gas dikenal sebagai tekanan parsial, yang dilambangkan oleh Pgas. Karena itu, tekanan parsial O2 dalam udara atmosfer, PO2, normalnya adalah 160 mm Hg. Tekanan parsial CO2 atmosfer, PCO2, hamper dapat diabaikan (0,23 mm Hg)( Sherwood ).
           Oksigen terdapat dalam darah dalam dua bentuk: larut secara fisik dan secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin oksigen yang laarut secara fisik larut didalam plasma karena O2 kurang larut dalam cairan tubuh. Jumlah yang larut berbanding lurus dengan PO2 darah: semakin tinggi PO2, semakin banyak O2 yang larut .oksigen yang terikat dengan hemoglobin mendorong perpindahan neto O2 di tingkat alveolus dan jaringan.( Sherwood 2014 ).
Karbon dioksida diangkut oleh darah dalam tiga cara Larut secara fisik. Seperti O2 yang larut, jumlah CO2 yang larut secara fisik dalam darah bergantung pada Pco2, Terikat ke hemoglobin. Sebanyak 30% CO2 berikatan dengan Hb untuk membentuk karbamino hemoglobin (HbCO2), Sebagai bikarbonat. Sejauh ini cara yang paling penting untuk mengangkut CO2 adalah sebagai bikarbonat (HCO3-), dengan 60% CO2 diubah menjadi HCO3- .                
( Sherwood 2014 )

2.3.7 PembahasanLearning Issue
1.      Apa anatomi yang berperan  dalam transport gas?
Dimana yang kita ketahui transport gas adalah pertukaran gas anatomi yang berperan adalah :
1.   Pertukaran gas di alveolus
Anatomi yang berperan adalah darah dan alveoli
2.      Pertukaran gas di jaringan
Yang berperan adalah darah dan jaringan
3.      Pertukaran O2 dan CO2
Yang berperan adalah darah, paru-paru, dan jaringan
( Sherwood 2014 )
Pertukaran_oksigen dan co2


tekanan parsial gas
2.Bagaimana mekanisme transport gas 0ksigen dan karbondioksida?

a.      Transportasi Oksigen (O2)
·      O2 yang larut secara fisik
1,5 % oksigen yang larut dalam plasma dan sel darah. Jumlah yang larut berbanding lurus deengan PO2 darah; semakin tinggi PO2, semakin banyak O2 yang larut. Pada PO2 alveolus normal sebesar 100 mmHg sedangkan pada arteri sebesar 40 mmHg, inilah yang menyebabkan gas bisa bersifusi dari alveolus ke jaringan kapiler. Serta pada vena normal sebersar 100 mmHg yang dikeluarkan sebagai hasil dari pertukaran gas yang telah berlangsung tersebut.
·      Oksigen yang terikat ke hemoglobin
Hemoglobin adalah suatu moelekul protein yang mengandung zat besi dan terdapat didalam sel darah merah, dapat membentuk ikatan yang longgar dan mudah berkombinasi reversible O2. Hemoglobin berikatan dengan oksigen membentuk oksihemoglobin.
b.      Transportasi Karbondioksida (CO2)
·      Larutan secara fisik
Jumlah CO2 yang larut secara fisik dalam darah bergantung pada PCO2, karena PCO2 lebih larut dibandingkan O2 dalam plasma. Kandungan CO2 hanya 10% total darah yang terangkut pada tingkat PCO2 vena sistemik normal.
Pada saat di dalam arteri PCO2 sebesar 45 mmHg, sedangkan di dalam alveolus PCO2 sebesar 40 mmHg. Inilah yang menyebabkan CO2 dapat keluar dari tubuh sebgai hasil dari ekspirasi.

·      Terikat ke hemoglobin
Sebanyak 30% CO2 berikatan dengan Hb untuk membentuk karbamino hemoglobin. Karbon dioksida berikatan dengan bagian globin Hb, berbeda dari O2, yang akan berikatan dengan bagian heme. Hb tereduksi memiliki afinitas lebih besar terhadap CO2 dibandingkan HbO2. Dibebaskannya O2 dari Hb di kapiler jaringan mempermudah penyerapan CO2 oleh Hb.
·         Sebagai bikarbonat
Dalam mengangkut CO2 dipakai bikarbonat dengan 60% CO2 yang diubah menjadi HCO3-. CO2 berikatan dengan H2O untuk membentuk asam karbonat. Sesuai sifat asam, sebagian dari molekul asam karbonat secara spontan terurai menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Karena itu satu atom karbon dan dua atom oksigen  dari molekul CO2 asli terdapat dalam darah sebagian integral dari HCO3-. Reaksi ini didalam plasma darah sangat lambat, tetapi belangsung sangat cepat didalam sel darah merah karena adanya enzim eritrosit krbonat anhydrase, yang mengatalisis reaksi.
Saat gas yang di bawa oleh darah dalam pembuluh darah sebagai hasil ekspirasi dapat terlihat bahwa PO2 sebelum masuk ke dalam sel nilainya 96 mmHg yang sebelumnya turun dari 100 mmHg, ini diakibatkan oleh proses fisiologi dari trasnportai gas itu sendiri. Saat masuk kedalam sel, cairan extraselulernya mempunyai PO2 sebesar 45 mmHg. Inilah yang menyebabkan O­2 bisa masuk kedalam sel untuk dilakukan metabolisme. Perlu diingat bahwa dalam proses metabolisme ini sel menggunakan Oksigen sebagai media dalam proses pembakaran molekulnya agar menjadi sederhana, dengan produk akhir berupa CO2, H2O, dan ATP yang digunakan sebagai sumber energi didalam tubuh manusia. Kemudian PO2 yang keluar berubah menurun menjadi 40 mmHg sebagai aspek fisiologi bahwa Oksigen sudah digunakan dalam proses metabolism tersebut, maka dari itu kandungannya menurun. Sedangkan pada PCO2 di arteri mula 40 mmHg dan selesai metabolisme PCO2 naik menjadi 45 mmHg. Ini terbukti bahwa hasil dari metabolism menghasilkan lebih banyak (5 mmHg) CO2 dari pada O(Guyton & Hall, 2016).

3. Bagaimana respirasi seluler ?
           Tahap respirasi seluler melalui 4 tahap yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidtif, siklus krebs, dan transfer elektron.
·         Glikolisis.
Kata “glikolisis” berarti “menguraikan gula” dan itulah yang tepatnya terjadi selama jalur ini. Glukosa, gula berkarbon enam, diuraikan menjadi dua gula berkarbon tiga. Gula yang lebih kecil ini kemudian dioksidasi, dan atom sisanya disusun ulang untuk membuat dua molekul piruvat (champbell, 2002)
NADH merupakan sumber elektron berenergi tinggi, sedangkan ATP adalah persenyawaan berenergi tinggi. Selama glikolisis dihasilkan 4 molekul ATP, akan tetapi 2 molekul ATP diantaranya digunakan kembali untuk berlangsungnya reaksi-reaksi yang lain sehingga tersisa 2 molekul ATP yang siap digunakan untuk tubuh. Seluruh proses glikolisis tidak memerlukan oksigen. Reaksi glikolisis terjadi di sitoplasma (di luar mitokondria). Hasil akhir sebelum memasuki siklus krebs adalah asam piruvat. Ada yang membedakan tahap ini menjadi dua yaitu glikolisis dan dekarbosilasi oksidatif. Glikolisis mengubah senyawa 6C menjadi senyawa 2C pada hasil akhir glikolisis. Yang dimaksud dekarbosilasi oksidatif adalah reaksi asam piruvat diubah menjadi asetil KoA.

·         Dekarboksilasi Oksidatif
Setelah memasuki mitokondria,asam piruvat mula-mula diubah menjadi suatu senyawa yang disebut asetilCoA. Dekarboksilasi Oksidatif ini merupakan persambungan antara glikolisis dan siklus krebs, yang diselesaikan oleh kompleks multi enzim yang mengkatalis 3 reaksi:
1.      Gugus karboksil piruvat dikeluarkan dan dilepaskan sebagai molekul CO2
2.       Fragmen ber-karbon dua yang tersisa dioksidasi untuk membuat senyawa yang dinamai asetat. Suatu enzim mentransfer electron yang diekstraksi ke NAD+ dan menyimpan energy dalam bentuk NADH.
3.       Koenzim A (senyawa yang mengandung sulfur diikatkan pada asetat tadi oleh ikatan yang tidak stabil yang membuat gugus asetil  sangat reaktif.

·         Siklus kreb / siklus asam sitrat (di mitokondria)
Glikolisis melepas energi kurang dari seperempat energi kimiawi yang tersimpan dalam glukosa, sebagian besar energi itu tetap tersimpan dalam dua molekul piruvet. Jika ada oksigen molekuler, piruvat itu memasuki mitokondria dimana enzim siklus krebs menyempurnakan oksidasi bahan bakar organiknya (champbell, 2002)

Memasuki siklus krebs, asetil KoA direaksikan dengan asam oksaloasetat (4C) menjadi asam piruvat (6C). selanjutnya asam oksaloasetat memasuki daur menjadi berbagai macam zat yang akhirnya menjadi asam oksalosuksinat. Dalam perjalanannya, 1C (CO2) dilepaskan. Pada tiap tahapan, dilepaskan energi dalam bentuk ATP dan hidrogen. ATP yang dihasilkan langsung dapat digunakan. Sebaliknya, hidrogen berenergi digabungkan dengan penerima hidrogen yaitu NAD dan FAD, untuk dibawa ke sistem transport elektron. Dalam tahap ini dilepaskan energi, dan hidrogen direasikan dengan oksigen membentuk air. Seluruh reaksi siklus krebs berlangsung dengan memerlukan oksigen bebas (aerob). Siklus krebs berlangsung didalam mitokondria


·         Transfer elektron.
Energi yang terbentuk dari peristiwa glikolisis dan siklus krebs ada dua macam. Pertama dalam bentuk ikatan fosfat berenergi tinggi, yaitu ATP atau GTP (Guanin Tripospat). Energi ini merupakan energi siap pakai yang langsung dapat digunakan. Kedua dalam bentuk transport elektron, yaitu NADH (Nikotin Adenin Dinokleutida) dan FAD (Flafin adenine dinukleotida) dalam bentuk FADH2. Kedua macam sumber elektron ini dibawa kesistem transfer elektron. Proses transfer elektron ini sangat komplek, pada dasarnya, elektron dan H+ dan NADH dan FADH2 dibawa dari satu substrak ke substrak yang lain secara berantai. Setiap kali dipindahkan, energi yang terlepas digunakan untuk mengikatkan fosfat anorganik (P) kemolekul ADP sehingga terbentuk ATP. Pada bagian akhir terdapat oksigen sebagai penerima, sehingga terbentuklah H2O. katabolisme 1 glukosa melalui respirasi aerobik menghasilkan 3 ATP. Setiap reaksi pada glikolisis, siklus krebs dan transport elektron dihasilkan senyawa – senyawa antara. Senyawa itu digunakan bahan dasar anabolisme (Syamsuri, 1980).

Selama respirasi seluler, pemanenan energi makanan untuk sintesis ATP jika satu molekul glukosa terurai secara sempurna maka fosforilasi tingkat substrat menghasilkan 4 ATP dan fosforilasi oksidatif menghasilkan 34 ATP. Proses oksidasi satu molekul glukosa dapat memanen energi sebanyak 38 ATP. Sementara itu, dalam oksidasi sempurna satu molekul glukosa melepaskan 686 kkal (DG = -686 kkal/mol), dan fosforilasi ADP menjadi ATP menyimpan sedikitnya 7,3 kkal per mol ATP. Oleh karena itu, efisiensi respirasi adalah 7,3 kali 38 dibagi 686, atau kira-kira 40%. Sedangkan sisa energi simpanan hilang sebagai panas untuk mempertahankan suhu tubuh, dan menghamburkan sisanya melalui keringat dan mekanisme pendinginan lainnya (Campbell et al., 2002)

ATP yang dihasilkan dari sebuah molekul glukosa yang dioksidasi di dalam sel, dari glikolisis sampai rantai respirasi antara lain:
a. Glikolisis menghasilkan

1 NADH + H+ = 1 X 2 X 3 ATP       = 6 ATP

2 ATP              = 2 X 2 X 2 ATP       = 4 ATP

Jumlah                                               = 10 ATP

Dipakai                                              = 2 ATP

Hasil bersih ATP glikolisis                  = 8 ATP

b. Dekarboksilasi oksidatif menghasilkan

1 NADH + H+ = 1 X 2 X 3 ATP        = 6 ATP

c. Siklus krebs menghasilkan

3 NADH+H+ = 3 X 2 X 3 ATP        = 18 ATP

1 FADH2 = 1 X 2 X 2 ATP              = 4 ATP

1 ATP             = 1X 2 X 1 ATP         = 2 ATP

Jumlah b + c                                      = 30 ATP

Jadi hasil bersih ATP dalam respirasi dari 1 molekul glukosa adalah 38 ATP
(Guyton & Hall, 2016).


4.   Bagaimana  tekanan parsial?
Dimana yag kita ketahui perbedaan tekanan parsial terjadi karena difusi. Tekanan parsial pada O2 di paru-paru 760m mmHg. Teknan parsial pada  kapiler darah arteri 100m mmHg dan di vena 40m mmHg.
Perbedaan tekanan  pada pertukaran gas di alveoli :
èPO2 udara > PO2 darah  -> O2 alveoli masuk ke dalam darah
èPCO2 darah > PCO2 alveoli -> co2 darah keluar ke alvoli
Perbedaan tekanan pertukaran gas di jaringan :
èPO2 darah > PO2 jaringan  -> o2 darah masuk ke jaringan
èPCO2 jaringan  > PCO2 darah -> CO2 dari jaringan masuk ke daarah

( Sherwood 2014 )


5.Apa perbedaan tekanan atmosfir, alveolus dan jaringan ?
Perbedaan dalam tekanan parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar dikenal sebagai gradienttekanan parsial. Terdapat gradien takanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru. Demikian juga, terdapat gradient tekanan parsial antara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar. Suatu gas selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari daerah de dengan tekanan parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial yang lebih rendah, serupa dengan difusi menuruni gradient konsentrasi.

Komposisi udara alveolus tidak sama dengan komposisi udara atmosfer karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer masuk ke saluran napas, pajanan ke saluran napas yang lembap menyebabkan udara tersebut jenuh dengan H2O. Seperti gas lainnya, uap air menimbulkan tekanan parsial. Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Hum idifikasi udara yang dihirup ini pada hakikatnya "mengencerkan" tekanan parsial gas-gas inpsirasi sebesar 47 mm Hg karena jumlah tekanan-tekanan parsial harus sama dengan tekanan atmosfer 760 mm Hg. Dalam udara lembap, PH2O = 47 mm Hg, PN2 = 563 mm Hg, dan PO2 = 150 mm Hg. Kedua, PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara segar yang masuk (setara dengan rata rata 350 mL dari bagian volume tidal 500 mL) bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa di paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sebelumnya (kapasitas residual fungsional paru rerata setara dengan 2200 mL). Pada akhir inspirasi, hanya sekitar 13% udara di alveolus yang merupakan udara segar. Akibat pelembapan dan pertukaran udara alveolus yang rendah ini, PO2 alveolus rerata adalah 100 mm Hg, dibandingkan dengan PO2 atmosfer yang 160 mm Hg. Logis jika kita berpikir bahwa PO2 alveolus akan meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segar dan menurun selama ekspirasi. Namun, fluktuasi yang terjadi kecil saja, karena dua sebab. Pertama, hanya sebagian kecil dari udara alveolus total yang dipertukarkan setiap kali bernapas. Volume udara inspirasi kaya-O2 yang relatif kecil cepat bercampur dengan volume udara alveolus yang tersisa (dengan PO2 lebih rendah) yang jumlahnya jauh lebih banyak. Karena itu, O2 udara inspirasi hanya sedikit men ingkatkan kadar PO2 alveolus total. Bahkan peningkatan PO2 yang kecil ini berukrangoleh sebab lain. Oksigen secara terus-menerus berpindah melalui difusi pasif menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. O2 yang tiba di alveolus dalam udara yang baru diinspirasi hanya mengganti O2 yang berdifusi keluar alveolus masuk ke kapiler paru. Karena itu, PO2 alveolus relatif tetap konstan pada sekitar 100 mm Hg sepanjang siklus pernapasan. Karena P02 darah paru seimbang dengan PO2 alveolus, darah yang meninggalkan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama ini. Karena itu, jumlah O2 dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi sedikit selama siklus pernapasan.






Situasi serupa tetapi terbalik terjadi pada CO2, yang secara terusmenerus diproduksi oleh jaringan tubuh sebagai produk sisa metabolism dan secara tetap ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, CO2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan kemudian dikeluarkan dari tubuh sewaktu ekspirasi. Seperti O2, Pco2 alveolus relatif tetap konstan sepanjang siklus pernapasan tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu 40 mm Hg.

Sewaktu melewati paru, darah mengambil O2 dan menyerahkan CO2 dengan difusi menuruni gradien tekanan parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi secara terus-menerus mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradien tekanan parsial antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena sistemik yang dipompa ke dalam paru melaluiarteri-arteri paru. Darah ini, yang baru kembali dari jaringan tubuh,relatif kekurangan O2, dengan PO2 40 mm Hg, dan relatif kaya CO2,dengan PCO2 46 mm Hg. Sewaktu mengalir melalui kapiler paru,darah ini terpajan ke udara alveolus (>Gambar 13-22). Karena PO2alveolus pada 100 mm Hg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mmHg di darah yang masuk ke paru, O2 berdifusi menuruni gradienttekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah hingga tidak lagiterdapat gradien. Sewaktu meninggalkan kapiler paru, darahmemiliki PO2 sama dengan PO2 alveolus, yaitu 100 mm Hg.Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan.Darah yang masuk ke kapiler paru memiliki Pco2 46 mm Hg,sementara PCO2 alveolus hanya 40 mm Hg. Karbon dioksidaberdifusi dari darah ke dalam alveolus hingga PCO2 darah seimbangdengan PCO2 alveolus. Karena itu, darah yang meninggalkan kapiler paru memiliki PCO2 40 mm Hg. Setelah meninggalkan paru, darah, yang kini memiliki PO2 100 mm Hg dan PCO2 40 mm Hg, kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri sistemik.

Perhatikan bahwa darah yang kembali ke paru dari jaringan tetap mengandung O2 (PO2 darah vena sistemik = 40 mm Hg) dan bahwa darah yang meninggalkan paru tetap mengandung CO2 (PO2 darah arteri sistemik = 40 mm Hg). Tambahan O2 yang dibawa oleh darah melebihi yang normalnya diserahkan ke jaringan mencerminkan cadangan O2 yang dapat segera diambil oleh sel-sel jaringan seandainya kebutuhan O2 mereka meningkat. CO2 yang tersisa di darah bahkan setelah darah melewati paru berperan penting dalam keseimbangan asam-basa tubuh karena CO2 menghasilkan asam karbonat. Selain itu, PCO2 arteri penting untuk merangsang pernapasan. Mekanisme ini akan dibahas kemudian. Jumlah O2 yang diserap di paru menyamai jumlah yang diekstraksi dan digunakan oleh jaringan. Ketika jaringan melakukan metabolism secara lebih aktif (misalnya sewaktu olahraga), jaringan mengektraksi lebih banyak O2 dari darah, mengurangi PO2 vena sistemik lebih rendah daripada 40 mm Hg—sebagai contoh, ke PO2 30 mm Hg. Ketika darah ini kembali ke paru, terbentuk gradien PO2 yang lebih besar daripada normal antara darah yang baru datang dan udara alveolus. Perbedaan PO2 antara alveolus dan darah kini mencapai 70 mm Hg (PO2 alveolus 100 mm Hg dan PO2 darah 30 mm Hg), dibandingkan gradien PO2 normal sebesar 60 mm Hg (P02 alveolus 100 mm Hg dan P02 darah 40 mm Hg). Karena itu, terdapat lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah menuruni gradien tekanan parsial yang lebih besar sebelum P02 darah setara dengan P02 alveolus. Penambahan transfer O2 ke dalam darah ini mengganti peningkatan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga ambilan O2 menyamai pemakaian O2 meskipun konsumsi O2 meningkat. Seining dengan lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena peningkatan gradien tekanan parsial, ventilasi juga dirangsang sehingga O2 lebih cepat masuk ke dalam alveolus dari udara atmosfer untuk mengganti O2 yang berdifusi ke dalam darah. Demikian juga, jumlah CO2 yangdipindahkan ke alveolus dari darah menyamai jumlah CO2 yang diserap di jaringan.


6. Bagaimana proses difusi pada membrane ?



      Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
           Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Di dalam paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal. Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit (Guyton and Hall, 2014).






















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Oksigen adalah komponen terpenting gas diudara yang menunjang kehidupan manusia. Oksigen berfungsi sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme. Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di jaringan maka metabolisme akan berubah dari aerobik ke metabolisme anaerobik untuk menyediakan energi yang cukup untuk metabolisme. Oksigen disalurkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dengan suatu mekanisme transpor oksigen dengan bantuan tekanan parsial.




















                                                        DAFTAR PUSTAKA         


Guyton A.C dan Hall J. E., 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Revisi Berwarna ke-12. Singapore: Elsevier
Paulsen F. & J. Waschke. 2015. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Edisi 23, Jilid 2: Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.
Sherwood , L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC




0 comments:

Post a Comment

METABOLISME KARBOHIDRAT

A.  Nasib glukosa  Karena glukosa adalah sumber utama tubuh untuk sintesis ATP pemakainnya bergabtung pada kebutuhan sel tubuh, yang mencak...